Tuesday, July 31, 2012

,
Seharusnya begitu, kan?

Hal-hal yang terjadi di dunia masuk ke dalam dunia Twitter, bukan sebaliknya -- hal-hal yang terjadi di Twitter masuk ke dunia.

Saya mulai lelah mengejar apa saja yang terjadi di sekeliling saya melalui Twitter.

Tiba-tiba saja teman-teman saya asyik ngobrolin suatu hal yang saya tidak mengerti konteksnya, hanya karna saya tidak menyimaknya.. di timeline Twitter!

Atau, mendadak suatu frase jadi materi obrolan sehari-hari, tanpa saya mengerti dari mana asal mulanya. Lagi-lagi karna saya tidak menyimaknya.. di timeline Twitter!

Eh, tau gak? Si ini kan lagi itu! | Kok tau? | Ya baca twitternya lah! Eh, lo gak baca tweet-nya si itu? Lagi kenapa sih dia? | Emang dia nge-tweet apa? | Ya lo baca aja deh twitternya! Jadi blablabla. Hahaha.. | Maksudnya? | Itu di timeline lagi pada main blablabla..

Kemana perginya hari-hari dimana hal-hal yang seru atau frase-frase baru saya dapatkan dari duduk bareng, saling mengejar cerita satu sama lain.. lewat obrolan lisan!


Saya pernah baca atau dengar dimana gituh (ah, paling di Twitter!) kalo kita ini termasuk generasi nunduk. Maksudnya, kalaupun sekarang kita duduk bareng, let's say di sebuah coffee shop, kemungkinan besar kita akan langsung ngeluarin smartphone masing-masing dan mulai mengupdate kehidupan twitter ke dunia, sambil tertunduk.


Eits, don't get me wrong. Saya juga pengguna Twitter sekaligus penyampah di Twitter. Saya sering membawa obrolan di twitter ke dunia. Dan saya suka ikutan 'main' keyword atau hashtag tertentu di twitter.


Tapi, saya lelah. Berlari-lari kecil di timeline Twitter itu lebih melelahkan daripada mendatangi teman-teman saya satu per satu dan bertanya, "So.. Whats new?"


Familiar dengan frase 'catching up the old times'? Saya sangat berharap frase itu tidak kelak berubah jadi 'catching up the old tweets'.


,
Pernah ngerasain yang namanya rasa sesak yang amat sangat  dalam sampai lo gak bisa nafas? Gue pernah. Tepatnya sekarang. Pernah ngerasain yang namanya kesel sama diri lo sendiri sampai lo gegulingan gak jelas di atas kasur saking keselnya? Gue pernah. Tepatnya sejam yang lalu. Pernah ngerasain yang namanya takut ketauan kalau salah satu rahasia lo terbongkar? Gue pernah. Tepatnya hari ini.


Pagi tadi, gue terbangun dengan sebuah senyuman. Sebuah kebahagiaan yang tak terduga karna ada satu orang lelaki yang menunggu gue bangun dari tidur. Lelaki itu.. Mengirimkan sebuah pesan singkat melalui WhatsApp yang meminta gue untuk menghubunginya begitu gue terbangun. Gak ada satu firasat buruk apapun apa yang bakal terjadi antara kami berdua ketika gue bangun. Karna pada malam sebelumnya gue sama dia masih seperti biasa. Bergurau bersama. Melewati malam-malam dengan mata terbuka. Berbagi cerita, canda tawa, serta beradu ego masing-masing.


Hey! Dia lagi telpon gue!! Gue harus jawab apa? Gue harus bicara apa sama dia masalah..... Oh nooooo!! Omaygaaaaad.. *pingsan*

10.14
Okey lanjut lagi kenapa gue mau nulis blog ini. Pulsa dia abis :D Thanks Allah, I know You'll give me the best away :')


Am shocking with his question this morning :( Yaap something about.. I-can't-tell-here-about-his-question-anyway :') Pokoknya speechleeeeeees bangeeeeeettttt.. Pernah ngerasain yang namanya badan lo gemetar ketika lo bangun tidur bukan karna cuaca. Tapi karna sebuah pertanyaan??? Pernah ngerasain yang namanya jantung lo berdegup kencang ketika di tuding sama sebuah pertanyaan yang lo sendiri gak tau mau jawab apa? Okey, gue rasa yang pertanyaan kedua gue ini, kalian semua pernah ngerasainnya. Alright? Tapi pertanyaan ini datang di saat lo baru membuka mata lo dari kantuk yang amat berlebihan. Bahkan nyawa lo pun belum ke kumpul!! Think again.


Gue tau ini semua salah gue. Gue ngecoba main api yang bahkan gue sendiri gak akan (pernah) sanggup buat matiinnya. Tapi akhirnya gue sadar satu hal, semua akan baik-baik saja seperti sedia kala. Seperti sebelum gue mengenal mereka. C'mon ucapkan itu dalam hati dan pikiran.. 'Its gonna be alright" :')

Sunday, July 29, 2012

,
22.12
"Hey, kamu ke mana? Kok gak ada kabar? Kabari aku secepatnya begitu peluhmu hilang :)"

23.15
"Kamu ke mana sih? Masih marah sama aku karna kejadian kemarin? Aku kan sudah minta maaf. Jangan diam saja. Ayook bicara!"

Ku letakkan kembali benda elektronik itu ke tempatnya semula. Aku, di sini. Masih menunggu sang penerima sms mau membalas atau hanya sekedar membacanya. Masih dengan secangkir kopi yang sama dari dua jam yang lalu. Entah masih hangatkah atau tidak. Lidah dan kulitku seketika mati rasa. Perasaanku menjadi tidak karuan. Aku takut.. Ku coba mengisi kesepianku dengan membaca novel yang sedari tadi tergeletak dengan anggunnya di sampingku. Baca halaman demi halaman. Mencoba memahami isi yang tersirat di dalamnya. Namun nyatanya semua hanya sia-sia. Handphone-ku tak juga berdering. Aku berharap, dia belum tidur. Karna aku tahu dengan jelas bagaimana jam tidur lelaki yang aku sayangi dengan sepenuh hati ini.

Ku genggam kembali handphone ini, mencoba mengetik beberapa kata. Namun nyatanya tak juga ada yang berhasil aku ketik. Ku letakkan kembali benda itu. Ku genggam kembali, ku letakkan kembali. Begitu seterusnya. "Ah!! Aku capek!", batinku menggerutu. Ku coba menekan tombol call pada nomer bertuliskan "B!" di kontak nama. Dengan kesal aku menekannya.

Tuuuut.. Tuuuut.. Tuuuuuutttt..

Tuuuuut.. Tuuuuuuttttt.. Tuuuuuuttttt...

TUUUUUUUUUUUUTT.. TUUUUUUUUUUUUUUUUUT.. TUUUUUUUUTTTTTTT..

Ketiga panggilanku tak jua ia pedulikan. Aku yakin dia belum tidur.

00.30
Masih dengan aku yang sama. Aku yang lelah menunggu balasan dari kamu. Mungkin benar kata orang. Kita sudah jalan di tempat. Mungkin benar, sudah seharusnya kita akhiri semuanya sejak awal. Tunggu, kita bahkan belum memulainya. Ya, benar. Aku di sini, menunggu pagi :)

Pernahkah kalian merasa berada di posisi "underdog" dalam kisah percintaan?

Menjadi yang terbawah dan (sering) di tinggalkan..
Menjadi yang kerap di kecewakan dan luput dari romansa..
Menjadi yang terbuang dan bahkan tidak di anggap..
Menjadi peralihan dari mereka yang sesungguhnya memuja pribadi lain..
Menjadi penampungan gelora dari nafsu yang tidak sensitif...
Menjadi putik yang terbuang dari kelopak yang di petik...
Menjadi bagian kecil dari pilihan bukan malah menjadi prioritas...
Menjadi hembusan angin dari kipas raksasa milik sang tuan puteri..
Menjadi yang selalu kalah.....

03.00
Untuk kamu yang di sana..
semesta itu jahat, sayang… Mereka mungkin menghadiahkan pertemuan, tapi mereka juga akan menguji dengan perpisahan…

Seterusnya… Ketika kita mulai berselisih paham, otak yang penat dan kesabaran yang terkikis..

Seterusnya… Ingatlah bagaimana kita saling merengkuh, menyembuhkan diri dari kehilangan, merelakan, dan memeluk untuk rasa aman, ingatlah bagaimana tawamu dan ceritamu adalah hadiah untukku..

Dan ketika, mungkin ada saatnya dimana kita, aku ataupun kamu, putus asa, lambungkan kembali rasa, ingatlah bagaimana kita saling menunggu dan memacu rindu, bertahanlah…

Kita mencintai dari awal, memulai, menduga duga, jatuh begitu saja, seterusnya….

Friday, July 20, 2012

,
Aku sedang berhadapan dengan sebuah buku yang sudah cukup tua. Mencoba membukanya tanpa merusak sampulnya yang juga sudah cukup tua dan sedikit rapuh. Buku itu, tiap lembarnya dihiasi tulisan-tulisan pertanyaan hidup. Beberapa telah terjawab dengan baik, detail dan jelas. Beberapa hanya terjawab singkat. Beberapa terihat seperti jawaban yang belum sempat terselesaikan. Beberapa justru tidak memiliki jawaban apapun. Kosong. Terakhir, masih banyak terdapat halaman yang bahkan belum tersentuh oleh goresan apapun. Seperti telah disiapkan untuk hari esok.



Aku mencoba membaca lembar demi lembar, baris demi baris, kalimat demi kalimat. Mencerna dan mencoba untuk tidak sekedar melihat, namun juga mengamati. Di bagian awal buku ini terdapat banyak pertanyaan, pertanyaan-pertanyaan sederhana dan lebih banyak sudah dijawab dengan baik dan detail. Semakin bergerak ke tengah pertanyaan yang ada sedikit semakin rumit. Kadang jawabannya pun terlihat tidak tuntas. Menjelang akhir dari lembar buku yang sudah dituliskan, semakin banyak pertanyaan yang tidak terjawab dengan baik. Dan bahkan tidak memiliki jawaban apapun.



Banyak orang bilang semuanya akan terjawab seiring dengan waktu. Hanya biarkan saja waktu yang menjawab segalanya. Tapi pada nyatanya, ada bagian-bagian yang sepertinya tidak juga dijawab oleh waktu. Mungkin belum saatnya. Atau mungkin memang waktu tidak bersedia membagi jawabannya. Buku pertanyaan ini seperti memiliki mekanisme kerja tersendiri. Bukan hanya sebagai buku tempat pertanyaan dan tempat segala jawaban, namun juga buku pertanyaan yang diciptakannya sengaja dengan teka-teki. Tak terjawab.



Semakin lama, semakin banyak nama yang tercantum dalam buku pertanyaan itu. Semakin banyak frame cerita yang menjadi pertanyaan. Semakin detail pertanyaannya, namun semakin tak jelas jawabnya. Terkadang seperti itu. Bagian-bagian kosong yang terkadang mengapit pertanyaan-pertanyaan tersebut terkadang membuat ku tergelitik mencari tahu jawabnya. Memutar kaset masa lalu yang tersimpan. Mengingat hal-hal kecil yang aku pikir telah dilewatkan. Atau justru memperhatikan hal besar yang telah terjadi. Namun, tetap saja belum terjawab. Atau mungkin tidak akan terjawab. Banyak orang mengatakan hidup memang memiliki teka-teki. Yang mungkin tidak terjawab, maka biarkan saja. Karena mungkin, hidup tak menyediakan jawaban atas pertanyaan yang ada. Atau hidup menyimpan jawaban tersebut, sebagai arsip pribadinya.



Tidak semua kalimat akan berakhir dengan titik pada ujungnya. Terkadang ada yang tetap bertahan dengan tanda koma pada akhirnya. Bahkan mungkin tetap berdiri sebagai pertanyaan dengan tanda tanya disampingnya.


Source: Secangkir Aksara Tak Terkatakan.

Wednesday, July 11, 2012

,
Kenapa ya, mayoritas orang lebih suka bilang "Gue suka elo yang dulu! Bukan yang sekarang!!". Bukankah ada pepatah mengatakan, "Jika kamu tidak lebih baik dari hari kemarin, kamu termasuk orang-orang yang merugi." Lalu apa? Kenapa orang-orang itu lebih suka orang lain yang dulu dibanding sekarang? Sebegitu yakinkah mereka, kalau orang yang mereka maksud tidak (lebih) baik dibanding mereka yang dulu? #kusut Hahaha

Entahlah, di sini gue mau membahas tentang seseorang. Iya, lagi lagi dia orangnya! Mr. Y! Kenapa hidup gue harus selalu berputar sama orang yang sama? Di antara ribuan bahkan jutaan makhluk yang berbeda gender, kenapa harus dia orangnya?! Jujur, gue suka dia yang dulu :') Dia bahkan tidak se(lebih) perhatian yang dulu. Dia lebih cenderung cuek. Mungkin.

Gue kangen elo yang dulu. Elo yang gak pernah absen dari ucapan "Selamat Pagi.. Siang Sore bahkan Malam." Gue juga kangen jam-jam malam yang kita lewatin dengan mengobrol panjang lebar di telfon sembari menunggu datangnya kantuk. Gue juga kangen elo yang selalu ngerengek minta di maafin setiap gue lagi ngambek :') Gue kangen elo yang gak pernah mau membuat gue menunggu kabar dari elo. Elo yang selalu spam di inbox, WhatsApp bahkan mention gue. Yang gak pernah mau ngebiarin siapapun deketin atau ngehibur gue kecuali elo. Elo yang selalu berhasil bikin ketawa, nangis, nyesek, bingung gue sama sikap lo. Elo yang selalu kasih perhatian lebih ke gue, noo :')

Tapi sayang, sekarang situasinya sangat berbeda. Gue gak bisa (lagi) baca apa yang ada di pikiran elo. Elo itu abu-abu, noo! You know what? Lo gak bisa lagi gue terka pikirannya. Elo aneh, noo. Gue gak ngerti sama sekali apa yang terjadi di antara kita saat ini bahkan sampai batas waktu yang tak terprediksi. Benar ya kata orang.. "Andai waktu bisa di putar ulang kembali.." Jujur di awal lebih baik di banding jujur di akhir. Walaupun kita sama-sama tahu, itu sama menyakitkannya.

Boleh gue tanya, mau lo apa sekarang? Lo seharusnya marah sama gue, noo! Lo itu aneh!! Lebih aneh dari yang ada di pikiran gue selama ini. Kenapa lo masih mau berkomunikasi sama gue? Apa yang lo cari sebenarnya? Jangan kayak gini, noo :') Ini sama aja, lo ngebunuh gue secara perlahan..

Tuesday, July 10, 2012

,
      Mungkin kamu bosan buat ngebaca cerita-ceritaku yang aku tulis disini. Namun, percayalah di pikiranku kamu masih jadi topik utama untuk penggalauan setiap malam. Aku juga enggak tahu kenapa bisa gitu, aku sih yakin ada dua alasan, antara terlalu mencintai kamu, sama kehabisan topik buat galau. Tapi sama aja deh, sama-sama galauin kamu kan. Sebenernya topik aku bukan galau loh, sumpah, asal kamu tahu aja ya, aku kangen kamu tau kangen banget.
      Hari ini, dan kemarin aku cuma bisa browsing tentang kamu. Dateng ke blog kamu, buka fb kamu, twitter kamu atau sekedar ngintip foto-foto kamu di akun orang lain. Aku sih yakin kamu gak kangen aku, tapi tetep aja tuh, mau kamu kangen atau enggak aku bawaannya tetep kangen kamu.
      Perbedaan kita banyak banget yah, dari umur, kota asal, berat, tinggi, panjang bulu, model rambut, ukuran sepatu, sampe sifat. Tapi, untungnya kita beda gender, untuk yang lain aku gak perduli kalo kita berbeda, tapi untuk satu ini aku perduli, soalnya aku masih cinta sama orang manis dan ganteng kayak kamu :3
      Sayangnya rumah kamu itu jauh, kalo mau kesana harus naik pesawat dulu. Coba bisa naik ojek atau becak, pasti tiap hari aku bakal kesana ngeliatin kamu. Atau nyamar jadi tukang sayur sekalian deh, biar bisa PDKT sama mama kamu, yah siapa tahu aja mama kamu maksa kita cepet-cepet nikah, aku rela kok.
      Udahan deh ngetiknya aku pegel, cuma pengen ngasih tahu aja kalo aku kangen. Sampe ketemu di ceritaku untuk kamu selanjutnya yah :D

Monday, July 9, 2012

,
Apa salahmu?

Apa salahku?

Apa salah kau dan aku

Yang tak saling menahu



Apa salahku?

Apa salahmu?

Apa salah kita

Yang hanya bisa menerima?

Saturday, July 7, 2012

,
hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput;
sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi
(Hatiku selembar daun - Sapardi)

Tadi malam dengan diam-diam aku sengaja menitipkan rindu. Sengaja kutitipkan pada embun yang menempeli jendela kaca sedari pagi. Kubayangkan, ketika lesatan cahaya matahari perlahan muncul, di timur itu, biasnya akan membuat rinduku menjadi bulir-bulir berwarna keemasan. Lalu entah kenapa angin tiba-tiba berbaik hati. Meniupkan buliran sisa embun agar sampai tepat di sampingmu, yang kubayangkan masih terlelap, dan merasai jika ada jemari-jemari, membelai kelopak mata yang masih saja terpejam. Bulir dingin, yang di dalamnya berisi rindu itu, seketika akan mengecup lembut keningmu. Mengais sisa-sisa mimpi yang di dalamnya, aku yakin kita tentu pernah berjumpa.

Aku tak tahu apa yang ada dalam benak Sapardi ketika ia menciptakan puisi tersebut. Mungkin dirinya tengah berada pada suatu taman dengan pandang yang tak lepas dari pohon di sebelah selatan. Ia merebahkan diri, hingga lalu dirinya dijatuhi selembar daun yang mengecup mesra kening yang pucat kedinginan. Dalam bayanganku, daun itu masih menyimpan sisa embun–yang jika tengah beruntung–kau pun bisa merasai aroma kehangatan yang sengaja disembunyikannya.

Seperti itulah, mungkin, kini hatiku. Bagai selembar daun–yang entah sengaja atau tidak–lantas menjatuhkan diri sedemikian rela. Sesungguhnya kau tak mempunyai pilihan kecuali membiarkan ia jatuh. Daun itu, pun seperti hati, sebenarnya tak pernah memilih kemana ia hendak dijatuhkan. Hingga tiba saatnya ia harus melayang, menuju sesuatu—atau seseorang—yang tak pernah diketahuinya siapa. Ia cuma harus tahu—entah daun atau hati itu—ketika ia jatuh, tentu dirinya tak mempunyai lagi kesempatan untuk kembali seperti semula.

Maka biarkan saja daun itu jatuh. Sejenak saja biar ia terbaring bersama dedaunan yang telah kering. Bukan, bukan untuk menyatu dan menghidupkan tanah, lalu abadi di dalam sana. Tapi untuk kemudian terbang, meninggalkanmu, yang telah leluasa ia pandangi lama. Ia nikmati lama.

Pun mungkin benar, tak ada yang lebih abadi dari sesaat yang sempat direkam ingatan. Sesaat itu kemudian akan menjadi kenang yang susah hilang. Sesaat, meski cuma beberapa detak, tapi kau pun tahu, kenangan akan mampu membuat ia selamanya kekal. Menjadi puing yang berharga di kemudian jeda.

Aku tak pernah takut pada sesaat. Pada pertemuan kita yang mungkin harus berakhir lebih cepat. Karena kau tahu, jika dirimu adalah hujan. Maka bening dan dinginnya telah kuserap dalam-dalam. Menyatu hingga meresapi setiap pori-pori dengan kesunyian. Satu yang kelak akan kita cari tahu, kenapa hujan, selalu identik dengan kepedihan.

Kau pun tak perlu terlalu sering memikirkan waktu yang berjalan lambat. Dimana kataku, pertemuan kita seharusnya berlangsung lebih cepat. Tak ada yang terlambat, tak ada yang datang terlampau cepat. Kau tahu itu, cinta, sama halnya seperti daun yang pernah kuceritakan tadi, hanya akan jatuh pada waktu yang tepat. Tidak pernah sedikitpun terlambat.

“Seharusnya kita tak bertemu di separuh perjalanan. Kini dukamu telah penuh di persimpangan. Aku tak lagi mungkin menyembuhkan,” ujarku sembari menatap dedauan yang berjatuhan disepanjang jalan.
,
Kembali aku terpaku pada gamang yang mendera. Adakah semenjak awal kita ada untuk beriringan menuju satu? Sementara kau disana dan aku disini, mengejar mimpi masing - masing yang entah akan berujung dimana.

Mungkin jarak ini bukan perkara, toh banyak cara menuju ke Roma. Lantas apa namanya jika hadirmu seringkali hanya wacana dalam maya?

Aku terasing dalam hingar bingar. Mencoba keluar dengan mengikuti satu jalan, menujumu. Adakah kau membentangkan tanganmu dan siap memelukku erat di ujung jalan ini?

Pada akhirnya, jarak ini memang mungkin adalah perkara, dan kita berjalan pada jalur yang berbeda. Bahkan semenjak awal mungkin ini bukan juga cinta, hanya bahagia yang merengguk sapa lantas menjadi biasa ketika bersama.

Aku dan kamu. Beriringan menuju kita. Sayangnya, hanya dalam lini maya.
,
 
Gelap semacam ilusi
Yang harusnya dicintai
Manusia
Namun tidak nyatanya
Gelap semacam difusi
Seluruh kelemahan manusia
Ditakuti, dihindari
Jauh dari cinta
Gelap semacam sulap
Yang mengubah borok
Menjadi kerlap
Oh, bulan seronok!
Gelap semacam patah hati
Karena rasa sakit dikhianati
Oleh pemanfaatan bulan
Atas cintanya yang tak berakhiran

Wednesday, July 4, 2012

,

Sebagai permulaan, aku akan katakan. Apa yang aku tulis ini bukan puisi, cerita fiksi, atau sejenisnya. Bukan surat cinta, apalagi surat kaleng atau surat kabar. Aku hanya akan menulis sesuatu, entah apa, yang nantinya (mungkin) akan kamu baca dan (kuharap) akan kamu ingat.
 

Mungkin ini hanya sebuah racauan yang tak begitu penting, tentang hal-hal yang terlalu rumit untuk dirangkai dalam kata-kata. Kata-kata yang sama rumitnya sekalipun. Terkadang ada hal-hal yang terlalu luar biasa, yang hanya bisa dirasa. Tulisan, ucapan atau apapun itu, tak akan bisa menceritakannya dengan utuh.
 

Jadi, mungkin ini hanya tulisan tentang apa yang seharusnya dirasa, yang aku coba ungkapkan tapi tak juga kutemu caranya.
 

Berbelit-belit. Iya, aku sadar. Aku masih mencari cara yang tidak biasa untuk sampaikan sesuatu yang luar biasa ini. Aku tak ingin keluarbiasaannya berkurang barang setitik.
 

Baiklah, sebenarnya aku juga bingung dengan apa yang sudah kutulis dan apa yang akan kutulis.
Maaf sudah membuang waktumu untuk membaca sesuatu yang bahkan tak ada intinya sama sekali.

Aku menulis ini, karena aku ingin terus menuliskan sesuatu untukmu, itu saja… :)


Dear you, Mr. Y. :')
,
Ada yang sedang mengejekku
Detak laju waktu
Seolah menyeringai membiarkanku menunggu
Akan suatu hal yang tak tentu

Entah apa,
Tiada juga aku tahu
Aku hanya menunggu
Akan suatu hal yang tak tentu

Arloji di pergelangan, jam meja di sudut kamar
Semuanya seakan menyimpan rahasia
Tentang sesuatu,
Bersekongkolkah mereka denganmu

Tiada juga aku tahu
Aku hanya menunggu

Harapku bukan sekadar percik-percik semu
Kamu….
Aku….
Pada suatu waktu…
,
Seperti biasa, aku ingin menulis untukmu. Tanpa tahu apa yang hendak aku tulis. Ingin rasanya kulontarkan saja semua di setiap pertemuan-pertemuan singkat kita di Social Media atau perantara elektronik, meskipun akhirnya itu tetap hanya sebatas ingin. Alih-alih berkata-kata, rahangku mendadak mengeras, terkatup rapat. Lidah pun tergulung rapi di dalamnya.
Aku bahkan tidak tahu bagaimana menyusun kalimat. Yang keluar hanya penggalan-penggalan kata tak beraturan. Aku memang payah…

Dalam tulisanku ini juga tak sedikitpun menjelaskan apa yang sebenarnya ingin kusampaikan. Karena aku sendiri benar-benar tak tahu. Satu-satunya yang bisa kupahami hanya : aku ingin menulis untukmu, tentangmu, apapun itu.

Aku ingin menulis setiap hari, tanpa membuatmu lelah dan bosan membacanya. Tapi aku bukan seorang yang begitu piawai mengurai rasa lewat kata.

Mungkin itu sebabnya, aku lebih memilih untuk menemui barang sesaat, dalam hening, dalam diam. Biar peluk singkat itu yang ceritakan untukmu, semua yang tak sanggup terceritakan…
,
Memulai nada tanpa suara
Tergubah lagu tentang sebuah nama
Dari Do = A

Jangan kautanya apa liriknya
Memejamlah lalu coba rasa
Kuncinya adalah Do = A

Bukan sesuatu yang merdu di telinga
Tak berupa partitur yang kasat mata
Yakini, resapi saja, Do = A

Suatu lagu dengan nada tanpa suara
Tiang-tiang harapan jelma garis biramanya
Tergubah lagu tentang sebuah nama
Terlantun pada Do = A
,
Ini bukan perintah
Pun bukan suatu paksaan
Pernahkah kaudengar sesuatu bernama pengharapan?

Aku siap jadi orang paling tak realistis yang pernah ada
Kuasa siapa yang mampu buatku menyerah selain Ia?
Bahkan yang mati pun bisa hidup kembali bila dikehendaki-Nya

“Berhentilah menyiksa dirimu sendiri!”
Entah berapa mulut membidikkan kalimat itu tepat ke balik rusuk
Tahukah mereka bahwa kepercayaan bukan seonggok daging yang mudah busuk?

Meski pagi mulai jarang terasa cerah dan ramah
Siang terlalu terik dan melelahkan
Sedang malam terlampau gamang juga menyesakkan

Aku tetap akan diam di sini
Menunggu munculnya gugusan bintang yang sering kau kumandangkan
Entah esok, entah kapan

Aku tahu mereka masih sembunyi dalam kebimbanganmu
Masih menempaku dalam siksa percaya
Menunggu waktu yang tepat untuk turun dari matamu lewat sebuah pelukan dan seucap kata,


‘Ya’…