Sunday, October 28, 2012

,
1)

Andaikan tidak pernah ada kata andaikan dalam kehidupan ini
Kita takkan pernah susah payah menahan sakit di dada, pada sesuatu pada kenangan di masa silam
Untuk mengingatmu saja, ribuan luka tertoreh di dalam dada

2)

Disini, malam dengan seribu kenangan
Aku merenungi sebuah rekaman ingatan di masa silam
Nanti-nantikan sebuah penantian yang tak akan datang

3)

Kita hanyalah sepasang hati yang terlalu penuh harap dan angan. Tapi,
Angan hanyalah menjadi sebuah harapan. Sebuah layar yang tak pernah terkembang
Mimpi pun cuma menjadi pemanis saja. Bunga tidur yang sukses membuaikan lelap
Untuk menyenangkan hati, dengan rela kita terluka untuk menjaga agar harap tetap ada

4)

Benarkah? Harap, keinginan, angan dan kata-kata busuk semacamnya hanya pengawal duka?
Uraikan setiap memori indah menjadi pisau-pisau kecil yang tajam dan merobek perasaan
Kalau memang iya, sebutlah aku pengagum luka. Sebab kenangan itu selalu kujaga
Atau sebut saja aku penggila duka
Nestapa pun rela kurasai agar anganku memilikimu tetap terjaga

5)

Kemarin menstalk kamu di timeline
Indera penglihatanku membangunkanku dari segala ilusi dan pengharapan
Terbangun aku aku dari mimpi manis memilikimu sebagai kekasihku
Andaikan kata andaikan tidak pernah ada, mungkin aku takkan pernah sesakit ini mencintaimu, masa laluku.

Monday, October 22, 2012

,
Untukku, kehilangan dan perpisahan adalah potongan-potongan mozaik kehidupan yang paling menyakitkan.

Kamu.

Sudah berulang-ulang aku merasakannya, berulang kali, lalu lagi, dan terus kehilangan lagi. Tetapi, rasanya masih terlalu pahit untuk getir yang kupikir tak akan terasa saat kembali mengaliri. Dia, lalu dia, dia, kemudian kamu.
Kamu. Bagian mozaik yang kutemukan untuk melengkapi, potongan yang kuragukan bisa menutupi sisa kosong yang masih kumiliki; iya, kamu.

Kehilanganmu seperti memaksaku untuk tidak percaya pada hal yang orang sebut cinta, pada sesuatu yang mereka elu-elukan keberadaannya. Kehilanganmu menceloskan harapan yang kamu siratkan dalam tiap perkataanmu, dalam tiap hangat yang kamu janjikan dalam pelukmu.
Kehadiran hanya sebatas semu, pada akhirnya toh kamu harus tetap pergi. Memisahkan diri dari hingar bingar kekacauan yang kita buat, menjauhi keyakinan dan menggantinya menjadi sebuah keraguan.

Kehilangan dan perpisahan seolah potongan yang harus kumiliki, kucari adanya agar hidupku sempurna. Seperti gelap malam dengan cahaya siang, sama halnya tangis dengan tawa. Seimbang. 
Katanya semua diciptakan berpasang-pasangan, atau mungkin kusebut saja saling menggantikan. Terus bergulir saling mengisi, kemudian diganti dan diganti sampai menemukan kepastian.
Bukan dunia peri yang sedang kutinggali, hanya satu buku berisi bagian-bagian tak beraturan dengan berbagai emosi yang menunggu kutata rapi.

Seperti menyusun mozaik dalam buku; kutempelkan setiap cerita berwujud sketsa satu demi satu, dan tak lupa kini menempatkan namamu di satu sisi. Sampai aku sadar saat kamu menjelma menjadi wujud nyata dari perpisahan dan kehilangan... Aku memilih untuk berhenti. Aku jera bermain-main dengan pencarian, aku sudah bosan menemukan banyak kehilangan.

Karena kehilangan dan perpisahan adalah potongan tersulit yang bisa kuterima, aku menganggapnya sebagai bagian paling rumit dari sebuah mozaik dalam kehidupan. Dari rangkaian mozaik-ku yang masih berantakan.
,
Mungkin tak apa sedikit menangis.
Kamu juga manusia biasa.
Toh, air mata diciptakan dengan alasan.
Benar, tak apa kalau kamu ingin menangis.
Dadamu sudah sesak sejak lama, bukan?
Rahangmu sudah mengeras, entah sejak kapan.
Bibirmu terkatup menahan semua amarah dan kecewa, benar?
Menangislah...
Menangislah...
Tuhan tak akan menghukum tangisanmu.
Dia tak akan menghitungnya sebagai dosa.

Menangislah...kamu hanya manusia biasa.

Untuk kali ini saja, izinkan air matamu menyapa bumi.
Jangan memaksanya agar terus tersembunyi.
Jangan berkata kalau dia tidak ada.
Jangan mengelak kalau kamu sebenarnya menginginkannya.

Menangislah.
Menangislah, Ni.
Tangisan bukan dosa, tangisan milik semua makhluk-Nya.
Kamu sudah lelah, bukan?
Kamu tak mampu lagi menyembunyikannya.
Kamu harus menangis sekarang juga.

Tolong, menangislah...
Jangan siksa batinmu hanya karena ingin melihat orang lain terus tertawa.
Mereka tak akan pergi hanya karena air mata.
Mereka tak akan menghilang begitu saja.

Jadi menangislah...
Menangis seperti saat kamu sedang berada di titik paling lemah hidupmu.
Tak ada yang membantu.
Tak ada yang mengulurkan tangan.
Tak ada pegangan.
Menangislah...

Sudah, tak perlu malu. Malu hanya boleh dirasakan saat kamu gagal tanpa berusaha, saat kamu enggan mencoba.

Menangislah, Ni...
Menangislah sesekali.
Menangislah hari ini.
Satu kali saja, beri tahu bumi kalau kamu manusia biasa...
Menangislah....

Saturday, October 20, 2012

,
Satu-satunya tempat dimana aku masih bisa melihatmu dari sini, dari jarak jauh.
Satu-satunya tempat dimana aku masih bisa memperhatikanmu.
Satu-satunya tempat untuk tahu apa yang kau tulis hari ini, kemarin, beberapa hari yang lalu dan mungkin besoknya.
Satu-satunya tempat dimana aku bisa merindukanmu tanpa ada seorangpun yang tahu.

Itu, timeline twittermu.
Sungguh beruntung aku ada di masa ini ketika hidup pun semakin mudah dengan berbagai macam teknologi.
Stalker, sebutlah aku begitu. Hobiku adalah stalking timelinemu.
Tiada hari tanpa stalking timelinemu mungkin.
Ku arahkan kursor ku pada tombol search, ku tuliskan username mu.
Ketika loading selesai dan timeline mu muncul aku mulai memasang senyum meringis.
Aku lihat semua timeline nya, apa yang dia tulis dan kapan dia tulis itu.
Aku hanya berharap dari salah satu dari yang kau tuliskan di timeline mu adalah untukku, tapi nyatanya tidak akan pernah mungkin dia seperti itu.
Senyum ku hilang perlahan lahan jika aku temukan tulisan di timeline mu yang mungkin mengganggu bagiku dan perasaanku. Rasanya dadaku bergetar dan jantung berdegup lebih kencang, ah memang payah aku ini.
Lihat yang begitu saja sudah kalah, bukan aku yang kalah. Tapi perasaanku yang kalah.
Sungguh, sungguh aku sangat berharap sekali saja aku ada si salah satu tulisan di timeline mu. Tidakkah kau tahu bahwa kau adalah seorang "kamu" yang selalu aku sebut dalam tulisanku.
Entah mengapa hobiku ini membuat kecanduan, iya aku tidak bisa menghentikan diriku sendiri untuk terus melihat timeline mu dan merefreshnya setiap 5 menit sekali. Tanganku gemetar, aku deg-degan menunggu refresh timeline itu. Aku takut dan cemas menunggu apa yang akan aku baca nanti jika ini sudah selesai. Jika ada yang mungkin membuat aku senang senyum manis akan muncul di bibirku, tapi jika ada yang mengganggu perasaan senyum itu akan berganti menjadi sebaliknya.
Kenapa hal ini membuat kecanduan?
Staking timeline mu itu membuatku penasaran setiap waktu.
Kadang aku sengaja menunggu sehari untuk tau apa saja yang kau tulis hari ini.
Ini tak bisa aku hentikan, kenapa mengetahui setiap hal tentang kamu itu membuat ketagihan.
Kamu itu candu bagiku, kamu itu seperti drugs yang kalanya membuat ketagihan .
Kenapa mengetahui setiap hal tentangmu itu membuat kecanduan?
Aku selalu ingin tahu apa yang kamu lakukan hari ini.
Apakah aku seperti seorang mata-mata seperti ini?
Tapi inilah satu satunya cara aku bisa melihat tanpa kamu tau aku melihatmu. Aku melihatmu, dari sini. Tapi kau tak tau kan?

Wednesday, October 17, 2012

,

Terkadang, manusia itu lucu.
Lucu jika berbicara mengenai kesetiaan.
Ya, hari ini aku menyambangi beberapa sangkar dari burung cinta. Love bird. Mereka bermain ayunan, mengayun bersama-sama.
Setiap satu kamar berisi satu pasangan. Burung ini seperti sedang dimabuk cinta, rasanya dunia milik berdua tanpa pengganggu maupun masalah.
Kemanapun pasangan ini pergi, akan diikuti. Bahkan, jika mati pasangan lainnnya ikut merasakan sakit. Kemudian tidak mau makan, kemudian sakit dan mati bersamanya. Seperti sebuah takdir bahwa jika pasangannya mati, maka ikut mati. Dan seperti itulah kisah cinta dari burung bernama love bird.
Aku tertawa, senyum sinis ketika diceritakan bagaimana kisah cinta mereka. Rasanya seperti tertohok malu. Burung yang notabene tidak lebih pintar dari manusia saja bisa sedemikian setianya terhadap pasangannya, lantas kenapa kita, manusia yang mempunyai pikiran dan pesona tersendiri harus kalah dengan burung?
Beberapa teman berucap kepadaku, bahwa selama memiliki hubungan dengan seseorang, perselingkuhan menjadi hal yang lumrah, wajar katanya. Karena dari hal tersebut, mereka akan menyadari dan memperbaiki kesalahan dari perselingkuhan tersebut. Lantas, kalau memiliki hubungan lebih dari satu kali, apakah selingkuhnya juga harus lebih dari satu kali?
Terkadang, ketika aku disini. Di tempat kelahiranku di suatu tempat kota metropolitan, dengan hiruk pikuk modernisasi, aku suka termenung sendiri. Memikirkan apakah manusia itu terkadang kelakuannya kalah dengan seekor binatang?
Aku menjawabnya dengan caraku sendiri. Bahwa memang beberapa kelakuan kami kalah dengan seekor binatang, dan tidak dipungkiri bahwa semakin pintar seorang manusia, akan semakin tampak bodoh segala ucap dan kelakuannya. Semuanya dikalahkan dengan sikap tamak dan sombongnya.
Terkadang manusia memang lucu, bahkan sangat lucu.