Sunday, March 4, 2012

Menitipkan Rindu


Pertama – tama...
Rindu harus berterima kasih pada ketiadaanmu, karena dari situlah Ia lahir. Karena itulah dia masih kupelihara. Aku tak pernah menyesal mengenal Rindu, Karena rindu adalah guru terhebat yang mengajariku bagaimana sabar menunggu untuk bertemu. 

Aku percaya pada rindu, mungkin rindu alat komunikasi jarak jauh terbaik yang pernah dihadiahkan oleh jarak. Bagaimana tidak? Tanpa rindu, mungkin aku tak akan mencari-cari tau tentangmu. Tanpa rindu, mungkin aku hanya akan menggerutu sambil memanggil namamu. Tapi rindu, menyuruhku duduk menunggu, melakukan sesuatu untukmu tanpa perlu kau tau, dan membiarkan saat itu datang ketika nanti kita bertemu. Rindu itu mungkin jeda, jeda untuk mencintaimu lebih lama dengan sederhana. 

Rindu itu tak pernah ku tinggalkan sendirian. Selalu ku bawa kemana mana seharian. Aku seperti sudah akrab dengan keberadaannya, teman kecil yang tak kelihatan wujudnya. Teman kecil perantara aku dan kamu. Teman kecil yang selalu mengingatkan aku menyelipkan namamu dibarisan doaku. Teman kecil seperti gema untuk mengingatkan kenangan kita. 

Rindu itu seperti peluru yang berkeliaran di seluruh penjuru hatiku. Kalau kamu punya alat pendeteksi rindu, pasti grafiknya tinggi sekali. Aku saja takut mengukurnya. Rindu itu seperti sebungkus permen. Dan aku pasti gadis kecil baik hati yang selalu ingin membaginya denganmu. Boleh? Agar bukan aku saja yang memilikinya, kamu juga. Dan jadikan aku objeknya ya. Anggap saja rindu seperti putaran dan ketetapan, Ia akan selalu berada disana sampai kita bertemu dalam suatu pertemuan. Pertemuan dimana kita bisa melepaskan molekul molekul rindu di udara bersama sama. 

Rindu terus bejamur dan berumur, harusnya bisa aku berkata jujur. Terlalu rindu, Aku skak mat ditanganmu. Cepatlah kita bertemu..

No comments:

Post a Comment