Pertama – tama...
Rindu
harus berterima kasih pada ketiadaanmu, karena dari situlah Ia lahir.
Karena itulah dia masih kupelihara. Aku tak pernah menyesal mengenal
Rindu, Karena rindu adalah guru terhebat yang mengajariku bagaimana
sabar menunggu untuk bertemu.
Aku
percaya pada rindu, mungkin rindu alat komunikasi jarak jauh terbaik
yang pernah dihadiahkan oleh jarak. Bagaimana tidak? Tanpa rindu,
mungkin aku tak akan mencari-cari tau tentangmu. Tanpa rindu, mungkin
aku hanya akan menggerutu sambil memanggil namamu. Tapi rindu,
menyuruhku duduk menunggu, melakukan sesuatu untukmu tanpa perlu kau
tau, dan membiarkan saat itu datang ketika nanti kita bertemu. Rindu itu
mungkin jeda, jeda untuk mencintaimu lebih lama dengan sederhana.
Rindu
itu tak pernah ku tinggalkan sendirian. Selalu ku bawa kemana mana
seharian. Aku seperti sudah akrab dengan keberadaannya, teman kecil yang
tak kelihatan wujudnya. Teman kecil perantara aku dan kamu. Teman kecil
yang selalu mengingatkan aku menyelipkan namamu dibarisan doaku. Teman
kecil seperti gema untuk mengingatkan kenangan kita.
Rindu
itu seperti peluru yang berkeliaran di seluruh penjuru hatiku. Kalau
kamu punya alat pendeteksi rindu, pasti grafiknya tinggi sekali. Aku
saja takut mengukurnya. Rindu itu seperti sebungkus permen. Dan aku
pasti gadis kecil baik hati yang selalu ingin membaginya denganmu.
Boleh? Agar bukan aku saja yang memilikinya, kamu juga. Dan jadikan aku
objeknya ya. Anggap saja rindu seperti putaran dan ketetapan, Ia akan
selalu berada disana sampai kita bertemu dalam suatu pertemuan.
Pertemuan dimana kita bisa melepaskan molekul molekul rindu di udara
bersama sama.
Rindu
terus bejamur dan berumur, harusnya bisa aku berkata jujur. Terlalu
rindu, Aku skak mat ditanganmu. Cepatlah kita bertemu..
No comments:
Post a Comment