Wednesday, June 20, 2012

Satu Tanya Tersisa

...
Juni 2011, sebuah senja perempuan
perempuan itu menutup percakapan telepon genggamnya. lalu menaruhnya begitu saja di meja. meski dari bibirnya masih terlihat berbisik mengeja satu kalimat, 'aku mencintaimu', pula terdengar perlahan.
baru saja lelakinya kembali mengingkari janji. mestinya dia datang, seperti rencana yang mereka buat beberapa bulan lalu.
si perempuan terdiam. termenung lalu membuka nyala notebooknya. dia mulai menarikan jemarinya, menumpahkan segala perasaan yang dimilikinya sekarang.

aku mencintamu, serupa ilalang mencinta angin.
tabah menjulang, walau ditinggalkan berulang-ulang,*


barangkali belum lupa si perempuan, bahwa ini kali yang kesekian si lelaki kembali mengingkari janji. benaknya mulai mengingat-ingat berapa banyak kalimat yang akhirnya hanya tinggal kalimat, meski awalnya lahir lewat sepakat. jemarinya kembali menari. melukiskan apa yang sedang dia rasakan.

aku mencintamu, serupa jingga pada singkat senja.
erat memeluk diam, ikhlas menyerah pada kelam malam.*

sekarang matanya mulai berkaca. ada bulir hangat yang luruh dari sudut matanya. dia kembali teringat, bahwa mereka pernah begitu dekat. bahagia yang hangat. meski harus dengan cara sembunyi-sembunyi, semua itu mereka dapat.
bulir meluruh tak lagi menetes satu dua. pipi si perempuan terasa menghangat. jemari perempuan, kembali menari perlahan.

aku mencintamu, seperti pungguk pada purnama yang kerap abai.
di dadanya- kasmaran tak kunjung usai.*

berulang kali terjanji, berulang kali pula teringkari. si perempuan serupa petunia ungu yang dia tanam di muka beranda. penuh setia pada tunggu.

aku mencintamu, serupa dua tetes air mata.
ada. jatuh beriringan, walau tak saling menabahkan.*

kini dia terisak tergugu.

aku mencintamu, dengan kepasrahan embun kepada matahari.
memberi -walau harus melenyapkan diri.

aku mencintamu, seperti burung hutan.
sejauh apapun terbang, selalu kau tempatku pulang.

'aku mencintamu -seperti aku mencintamu'
bagaimanapun caraku menujumu, kaulah ujung perjalananku.*

***
Juni 2012, sebuah senja perempuan.
ada perasaan gembira yang dialami si lelaki meski sukar dilukiskan ketika didapatinya sebuah garis lengkung pada bibir perempuan yang duduk tepat di hadapannya sekarang. sebuah senyum.
serupa hujan yang menghapus kering kemarau, begitulah si lelaki sedang rasakan. basah yang menyapu debu gelisah. ia sepatutnya bergembira sebab beberapa bulan kemarin raut muka perempuannya diliput kesedihan. sedih yang kehilangan.
'terima kasih untuk tetap berada di dekatku', si perempuan berbicara.
'sama-sama. sudah tugasku kembali membuatmu tertawa', ujar si lelaki.
kemudian mereka berpelukan. erat seperti enggan terpisahkan.
'jangan pernah menangis lagi', kata si lelaki.
si perempuan tidak menjawab. tapi segaris lengkung kembali mengembang di bibirnya.
'aku tidak tahu apakah aku bisa sekuat itu bila ditinggal kekasih tercinta. maka dari itu, jangan pernah tinggalkan aku', kata si lelaki kepada si perempuan, namun tanpa suara.
si lelaki membalasnya dengan tatapan lembut, sesungging senyum yang pancarkan kebahagiaan. dia tidak bersuara, meski jauh di dalam hatinya ia ingin teriakkan kata yang sama. tentang perasaan cinta. direngkuhnya pinggang si perempuan, dipeluknya hingga jemarinya sendiri bertautan. mereka erat berpelukan tetapi saling diam.
ada tanya tersisa di benak si lelaki, 'bila aku yang pergi adakah akan engkau tangisi?'. pertanyaan yang tidak mungkin terjawab, sebab tersimpan rapat-rapat.

No comments:

Post a Comment