Thursday, May 24, 2012

#CONFESSION: “URGENTLY NEEDED: SANDBAG”

Saya paling nggak bisa marah sampe teriak-teriak sama orang lain, dan saya sebel sama diri saya yang seperti itu.
Saya memang punya kesulitan untuk mengekspresikan sesuatu secara langsung, apalagi mengekspresikan rasa marah. Rasanya saya skeptis kata-kata bisa merepresentasikan kemarahan saya, maka saya ambil jalan yang lebih saya sukai yaitu diam. Yang lebih menyebalkan, saya gampang terdistorsi dengan lelucon-lelucon, seolah-olah syaraf tertawa di otak saya terlepas dari syaraf marah. Jadi bisa saja saya tertawa karena lelucon orang yang buat saya marah, marahnya? Tetap.
Terkadang saya iri dengan orang-orang di sekitar saya yang bisa dengan bebas menunjukkan ekspresinya. Marah lantas memaki-maki orang dengan segala kosakata sampah yang dimiliki. Saya pun ingin bisa melampiaskan kemarahan saya dengan cara itu. Tapi sayangnya kosakata saya sangat terbatas, malah saya kadang malu sendiri karena mengucap kata-kata kasar karena orangtua saya tidak pernah mengajari kosakata seperti itu. Ketika saya marah, hal yang otomatis saya lakukan adalah mengevaluasi apa salah saya, alhasil ‘momen’ untuk menunjukkan rasa marah pun sudah keburu lewat.
Sebenarnya saya sudah menemukan cara melampiaskan rasa marah saya. Kalau teman-teman perempuan saya memilih menangis meraung-raung, menyumpah serapah, atau langsung mengadu argumen, saya lebih memilih mencari dinding terdekat untuk dipukul. Seperti yang baru saja saya lakukan tadi. Entah kenapa terasa lebih melegakan, dan anehnya tangan saya yang tidak tergolong besar ini tidak terasa sakit. Too masculine, eh?
Tapi sepertinya saya salah sasaran kali ini, saya barusan memukul pegangan pinggir kasur saya yang terbuat dari kayu.. Cukup buat orang serumah diam, tapi sekarang kayunya goyah.
… . Waduh, kayaknya saya harus beli sandbag a.k.a sansak.

No comments:

Post a Comment